Have an account?

Sabtu, 12 Februari 2011

DUA WAJAH PENGKHIANATAN

Sinar kegembiraan mewarnai wajah-wajah pejuang muslim. Mereka bersorak-sorai ketika menang di Badar. Tetapi, dalam perang Berikutnya, Abdullah bin Ubay menikam dari belakang.

Angin semillir berhembus di sekeliling kota Madinah. Sejuknya pagi itu tidak mampu menghalau rasa galau yang menghinggapi hati kaum Quraisy. Pagi itu menjadi hari paling meresahkan bagi mereka akibat kekalahan dlam Perang Badar.
Peperangan itu meninggalkan luka mendalam di hati kaum Quraisy. Terutama karena banyak pemimpin mereka yang tewas. Kaum Quraisy menyimpan dendam dan berencana untuk membalas. Maka diaturlah strategi. Pasukan baru disiapkan.
Sementara itu, tak jauh dari mereka, seorang lelaki merasa hal yang sama. Ia tidak bisa menerima kemenangan kaum muslimin. Rasa dendam masih diusung dalam dadanya. Ketika Rasulullah dating membawa Islam ke Madinah, kaum Aus dan Khajraj tidak jadi mengangkatnya sebagai pemimpin di Madinah, dan justru berballik memeluk Islam. Lelaki itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.
Di dalam hati Abdullah berkobar kebencian terhadap Rasulullah dan kaum muslimin. Merekalah penyebab batalnya ia menjadi orang nomor satu di Madinah. Namun, menyaksikan seluruh penduduk Madinah masuk Islam, ia pun masuk Islam dengan terpaksa. Itulah kemunafikan pertama pada Rasulullah SAW.
Rencana peperangan yang sedang diusung kaum Quraisy, sampai ketelinga Rasulullah dan para sahabat. Rasulullah bermusyawarah bersama untuk mengatur strategi. Rasulullah mengusulkan 2 pilihan : bertahan didalam kota Madinah, atau menyongsong musuh diluar kota. Rasulullah sendiri memilih untuk bertahan di dalam kota. Sementara, sahabat lain yang semangat peperangan sedang menggebu, memilih menghadang musuh diluar kota.
Nabi Muhammad tidak mengira pembicaraan itu diikuti oleh sahavbat bermuka dua, Abdullah bin Ubay. Abdullah yang belum seratus persen mendukung perjuangan Nabi dan masih berpihak pada kaum Quraisy dan Yahudi, mendengar semua penjelasan Rasulullah, termasuk strategi yang akan digunakan. Ia bahkan turut mengusulkan agar bertahan didalam kota. Namun, Rasulullah yang bijaksana tetap berpegang pada suara terbanyak yaitu menghadapi musuh diluar kota. Sekali lagi Abdullah bin Ubay semakin memendam kebencian karena merasa pendapatnya diabaikan.
Ketika gendering perang mulai ditabuh, seluruh pasukan bersiap-siap. Pasukan Quraisy berjumlah 3000 orang dan pihak muslimin 1000 pasukan. Ketimpangan jumlah pasukan itu dimanfaatkan Abdullah bin Ubay untuk menghasut pasukan muslimin agar mundur dari peperangan. Dalam perjalanan antara Madinah dan Bukit Uhud, ia membelot dan berhasil menghasut sejumlah kaum muslimin.
Akibat asutan Abdullah, sebanyak 300 orang pasukan menarik diri dan kembali ke rumah masing-masing. Abdullah berkata “untuk apa kalian membunuh diri kalian sendiri dengan jumlah yang sedikit?” Pengkhianatan kaum  munafik itu sempat menimbulkan kericuhan dan selisih pendapat diantara pasukan muslimin. Apakah para pembelot itu diperangi atau dibiarkan saja.
Lalu turunlah ayat :
    “Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud member petunjuk kepada ornag-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk member petunjuk) kepadanya.” (Annisa: 88)
Dalam Sirah Nabawiyah karangan Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury, ketika pasukan muslimin berselisih dan hampir kehilangan semangat karena berkurangnya jumlah pasukan, Allah berfirman :
    “Ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adlah penolong bagi golongan kedua itu. Karena itu, hendaklah kepada Allah saja ornag-orang mukmin bertawakal.” (Ali Imran: 122).
Ayat diatas meneguhkan hati kaum muslimin. Rasulullah kemudian mengatur strategi. Melihat jumlah pasukan tinggal 700 orang, Rasulullah membagi pasukannya menjadi dua kelompok., yaitu pasukan pemanah dan pasukan penyerang. Pasukan pemanah ditempatkan di Jabal Rumat (diatas Bukit Uhud) untuk melindungi pasukan muslimin jika musuh menyerang dari arah belakang. Pasukan penyerang ditempatkan digaris depan. Akhirnya dengan semangat syahid, ke-700 pasukan berangkat ke medan Uhud untuk berjuang mempertahankan Islam.
Begitulah kepiawaian Rasulullah dalam menyerang strategi peperangan. Di tengah beratnya cobaan menghadapi berbagai serangan, Nabi tetap tegar. Pihak Quraisy, kaum Yahudi, dan dari dalam pun Rasulullah diserang. Namun, Allah selalu menjaga Rasul-Nya.
Benang merah yang dapat ditarik disini adalah kaum munafik yang sangat berbahaya. Perumpamaan orang munafik : seperti duri dalam daging. Duri itu dapat meracuni seluruh daging dalam tubuh jika tidak dikeluarkan. Bagai musuh dalam selimut, yang lebih berbahaya ketimbang musuh terang-terangan.
Dalam sebuah perjanjian, selalu ada orang-ornag yang ingin menodai kemurnian prinsip perjuangan. Dalam beragam cara, ornag munafik menghancurkan melalui dua wajahnya. Dia wajah yang satu ia bisa saja mengatakan mendukung perjuangan, sementara di wajah yang lain ia menghalangi para pejuang yang ingin teguh memegang prinsip. Hanya orang-orang beriman saja yang tidak mudah goyah oleh berbagai rayuan dan hasutan. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari sejara orang-orang munafik yang diabadikan dalam ayat Al-Quran berikut :
    “Dan diantara manusia, ada yang menyembah Allah dengan berada di tepi (tidak dengan penuh keyakinan), hingga jika ia memperoleh kebajikan tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia kebelakang (kembali kafir lagi). Rugilah ia di dunia dan akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Al Hajj: 11)
    Artinya, orang munafik itu tidak memilliki sifat. Ia bisa tergantung pada kondisi. Jika kondisinya sedang menguntungkan, maka ia berpihak pada kondisi tersebut. Namun, jika kondisi sedang tidak menguntungkan, maka ia berballik pihak. Itulah sua wajah orang munafik. Semoga kita tidak termasuk didlamnya. Wallahu a’lam bishawab.

Sumber : majalah NEBULA No. 02/Thn III/2007

0 komentar:

Posting Komentar